Senin, 29 November 2010

NATAL DAN LAHIRNYA HARAPAN BARU


NATAL DAN LAHIRNYA HARAPAN BARU
Fr. Yosafat Roni Sentosa, CM
Pada perayaan Natal tahun ini, bangsa kita dihadapkan pada serentetan bencana yang cukup menguras pikiran, tenaga, waktu, dan air mata. Belum usai penanganan banjir di Wasior, kita dikejutkan dengan fenomena Gunung Merapi di Yogyakarta dan bersamaan dengan peristiwa tersebut, terjadi gempa dan tsunami yang melanda Kepulauan Mentawai. Natal kali ini sepertinya akan menjadi akhir tahun yang kelam bagi Bangsa Indonesia, jika kita melihat kembali napak tilas perjalanan Bangsa ini, dengan aneka permasalahan yang tak kunjung usai, baik yang berhubungan dengan pemerintahan maupun aneka bencana yang kerap datang secara tiba-tiba. Mungkin tidak sedikit dari kita yang pada akhirnya kecewa dan putus asa dengan keadaan dan harapan hidup yang tidak pasti, akibat menumpuknya persoalan-persolan hidup yang tak kunjung terselesaikan.

Iman dan Pengharapan
            Perayaan Natal, perayaan kelahiran Yesus Kristus, bagi orang Kristiani kerap diidentikkan dengan lahirnya harapan baru bagi umat manusia yang menanti dengan penuh iman kedatangan Sang Juru Selamat. Kelahiran Yesus Kristus ke dunia ini telah mendatangkan suka-cita bagi semua orang yang menanti dengan penuh harap (bdk. Luk 2:20). Kelahiran-Nya memberi sinar bagi mereka yang sedang berada dalam kegelapan dosa. Cahaya ini memberikan terang baru bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, hidup manusia, melalui kelahiran-Nya, memiliki makna baru karena lewat pengharapan ini lahirlah iman yang adalah ungkapan khas manusia akan tawaran keselamatan Allah yang Ia turunkan lewat peristiwa kelahiran Putera-Nya. Iman menuntun manusia untuk menemukan dan sekaligus merasakan kasih yang nyata dari Allah. Karena itu, kelahiran-Nya diharapkan mampu untuk membangun iman dan pengharapan baru dalam hidup manusia.
            Di tengah situasi pelik yang sedang menimpa bangsa ini, kita semua dihadapkan pada kenyataan, “Apakah iman masih mendapat tempat di hati kita? Kesedihan, duka cita, keputusasaan, dan penderitaan yang timbul akibat bencana yang datang silih berganti membuat kita kehilangan harapan akan kepastian hidup yang akan kita jalani. Doa dan segala upaya yang kita lakukan hanyalah sebatas obat pelipur lara, yang mana luka hati kita akan terbuka lagi jika pengalaman pahit yang kita alami muncul kembali ke permukaan hidup kita. Iman kembali dipertanyakan. Lalu apakah dalam keadaan luka ini makna kelahiran Yesus masih membawa harapan baru bagi hidup kita? Ataukah harapan itu hanya berlaku bagi mereka yang hidup pada zaman Yesus?

Berkat yang Melimpah 
Tidaklah mudah untuk merenungkan makna natal yang melahirkan harapan baru dalam situasi yang sedang dihadapi oleh bangsa kita saat ini. Bencana alam yang berturut-turut melanda negeri ini, seolah mengubur harapan kita untuk meraih mimpi dan cita-cita yang hendak kita capai. Bencana seolah mengubah arah haluan hidup kita untuk mencapai kebahagiaan seperti yang kita inginkan bagi hidup kita. Bencana membuat kita seolah-olah kehilangan semuanya yang menjadi bagian hidup kita, harta-benda, teman, sahabat, dan keluarga yang kita cintai. Dengan demikian, hilanglah segala asa, harapan, cita-cita dan impian yang hendak kita raih.
Sejenak kita menatap kembali perjalanan iman kita 2010 tahun yang lalu. Saat itu, Bayi Yesus lahir ke dunia dengan tangisan suka cita yang membahana ke seluruh dunia. Tangisan suka cita ini disambut dengan meriah diiringi dengan nyanyian Bala Tentara Malaikat di surga yang mengagung-agungkan kedatangan Sang Juru Selamat. Berita ini tersebar ke seluruh penjuru dunia. Semua orang datang dengan persembahan dan suka cita di hati untuk melihat Raja Penyelamat yang lahir ke dunia. Kelahiran Sang Juru Selamat memberikan suka cita baru bagi orang-orang pada zaman-Nya. Para gembala bergegas dengan kawanan domba pergi ke Betlehem untuk melihat langsung Bayi Yesus yang lahir di Palungan. Tiga Raja dari Timur datang dengan aneka persembahan yang berlimpah sebagai persembahan terindah bagi Bayi Yesus. Kelahiran-Nya telah memberi warna dan terang baru bagi dunia yang terselimuti awan kelam dosa. Manusia memiliki harapan baru untuk merajut kembali benang-benang hidupnya yang terkoyak akibat dosa. Maut tidak lagi berkuasa atas manusia karena kelahiran-Nya telah menjadi benteng pertahanan yang kuat bagi manusia yang berusaha untuk mencari dan menemukan kembali harapan hidupnya. Berkat kelahiran Yesus Kristus, hidup manusia mempunyai makna baru karena harapan-harapan yang telah ia rajut berkat kelahiran ini mengikat kembali hubungannya dengan Allah. Manusia tidak lagi berada dalam ketidakpastian hidup karena Yesus Kristus telah menerangi jalan yang ia tempuh.
Refleksi singkat di atas hanya mau mengingatkan kita bahwa di saat kita kehilangan harapan, cita-cita, dan mimpi-mimpi kita, kita masih mempunyai sandaran untuk tetap bertahan. Kita belum kehilangan segalanya karena masih ada harapan baru untuk menumbuhkan kembali benih-benih hidup kita walau telah tersapu oleh bencana. Kelahiran Yesus ke dunia ini telah memberikan harapan tersebut. Kita percaya berkat kelahiran-Nya, rahmat Allah akan turun atas kita semua yang beriman kepada-Nya. Allah tidak akan pernah meninggalkan kita sendirian pun dalam kemalangan dan penderitaan hidup kita. Kelahiran Putera-Nya ke dunia adalah tanda bahwa Allah mendatangkan seorang teman dan sekaligus sahabat yang akan menyertai langkah hidup kita. Oleh sebab itu, yang kita perlukan saat ini adalah sikap dan keadaan hati yang senantiasa terbuka akan pengalaman hidup yang kita terima dari-Nya.

Hidup yang Berkelimpahan
            Penderitaan dan pengalaman pahit yang kita terima dalam hidup kita adalah misteri yang tak terselami. Jika harus memilih, pasti tidak seorang pun di dunia ini yang ingin menderita. Setiap orang berlomba untuk mencapai dan mengejar kebahagian walau harus mengorbankan banyak materi. Namun, di sisi lain kita juga tidak dapat mengelak dari penderiaan karena bagaimanapun, penderitaan adalah bagian dari hidup. Hanya dengan iman, kita mampu melihat penderitaan sebagai pengalaman yang menumbuhkembangkan hidup kita. Seorang yang beriman mampu melihat penderitaan sebagai tuntunan dari Tuhan agar manusia senantiasa membaharui hidupnya. Berkat tidak selalu kita peroleh lewat kesuksesan dan kelimpahan materi tetapi juga lewat pengalaman pahit yang pada akhirnya mampu memberi arti bagi perjalanan rohani hidup kita asalkan kita selalu terbuka pada rahmat-Nya. Pengalaman pahit dan aneka penderitaan yang menimpa hidup kita dapat menjadi berkat jika kita sepenuhnya menyadari bahwa Allah juga hadir lewat pengalaman-pengalaman tersebut. Allah tidak hendak membuat kita tidak berdaya dengan penderitaan, tetapi lewat penderitaan kita diharapkan mampu menemukan makna hidup kita yang sesungguhnya. Dengan demiian, arti kelahiran Kristus mendapat makna baru bagi kita semua yang sedang dilanda berbagai macam persoalan, baik karena bencana maupun aneka persoalan hidup lainnya. Kelahiran Kristus menjadi daya bagi kita untuk menumbuhkan lagi benih-benih hidup kita yang mulai layu dan terkulai. Senyum Bayi Yesus yang lahir di palungan menjadi obat bagi luka-luka kita.

Suka Cita Natal
            Di tengah karut marut persoalan yang menimpa bangsa kita, perayaan Natal hendaknya menjadi perayaan penuh refleksi bagi seluruh umat Kristiani di Indonesia. Natal tidak selalu identik dengan perayaan meriah dengan pernak-pernik indah hingga menghabiskan jutaan rupiah. Natal tahun ini menjadi kesempatan bagi kita untuk berbagi kepada sesama kita yang menderita. Natal menjadi momen yang indah dan tepat untuk membagikan senyum Bayi Yesus kepada mereka yang menangis karena terluka. Natal adalah sebuah perayaan kelahiran yang melahirkan harapan baru bagi hidup manusia. Di tengah situasi yang tidak jelas, kita diajak untuk mencari makna baru yang mampu mengubah hidup kita dan juga hidup sesama kita. Yesus telah menerangi jalan kita dengan tuntunan bintang-bintang-Nya yang abadi yang selalu menyinari langkah kaki kita. Marilah kita bersama-sama dengan-Nya berjalan melewati jalan kebahagiaan itu. Selamat Hari Natal.

Penulis adalah Frater (Calon Imam) Seminari Tinggi CM (Kongregasi Misi) Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar